Tersadar Aku Tak Berhak

Man holding an umbrella on a jetty by tranquil lake.
“ngomong-ngomong bagaimana hubunganmu dengan Fahira?” tanya fais dengan sedikit tawanya yang khas. Aku pun heran karena tidak biasanya Fais menanyakan tentang hal seperti itu, “eeemm…apanya yang bagaimana?” kataku. “Apa kau jadi melamarnya?” tanya Fais. Pertanyaan itu bagaikan anak panah yang meghujam ke dada, aku sejenak terdiam, “aku sudah tidak ada lagi niatan untuk meminangnya”. Lalu disambut dengan kaget dan penuh keheranan yang terpancar dari mata Fais “kenapa? Dulu kau sangat yakin dengan keputusanmu itu, bahkan aku sangat senang kau memilih Fahira” ketus Fais. “benar, dulu aku sangat yakin untuk meminang Fahira, tapi belum aku menyatakan maksud hati, aku mendapat kabar bahwa ada seorang pria gagah lulusan universitas di Mekkah akan meminang dirinya, sejak saat itu aku mengurungkan niatku, karena ku sadar bahwa aku bukanlah apa-apa bila dibandingkan pria itu, aku yakin Fahira akan hidup bahagia jika bersama pria itu” jawabku. “egois sekali dirimu, bahkan kau sebenarnya tidak berhak membuat pernyataan itu, hanya Fahira yang berhak menentukan dengan siapa dia akan bahagia, jika itu dirimu mengapa kau menyerah? Padahal dirimu sudah lama dekat dengan Fahira, akrab dengan keluarganya dan adik perempuannya pun suka dirimu. Lantas apa yang membuat dirimu mengurungkan niat untuk meminangnya?!” bentak Fais. Perkataan Fais menyadarkanku bahwa sangat egois jika membuat keputusan hanya dari satu sisi saja, padahal ada dua sisi yang menjadi peran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *